Akibat Hukum Nikah siri bagi isteri dan Anak.

Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menerangkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu. Dilanjutkan dalam pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, tiap tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.

Nomor 4 UU Perkawinan, diterangkan bahwa pencatatan tiap tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

Dalam nikah siri, tidak ada surat nikah siri, artinya pernikahan ini tidak tercatat dan tidak memiliki kekuatan hukum. Konsekuensinya isteri siri tidak memiliki legalitas dihadapan negara nantinya.

Pengurusan warisan atau harta gono ginin saat cerai tidak dapat dilakukan konsekuensinya, Isteri siri tidak dapat menuntut apapun.

Status Hukum anak Hasil Nikah Siri.

Dimata hukum , anak hasil nikah siri tidak dapat di sebutkan sebagai anak yang “sah” . Status anak hasil nikah siri sama halnya dengan anak luar kawin. Sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU Perkawinan “ Bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.

Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan Jo Pasal 100 KHI menerangkan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya, kecuali ilmu pegetahuan dan  teknologi atau dan atau alat bukti lain menurut hukum dapat membuktikan adanya hubungan darah sebagai ayahnya. Anak nikah siri tetap bisa mendapatkan akta kelahiran akan tetapi dalam akta tersebut, nama yang tercantum hanya nama dari ibunya saja. Agar anak hasil nikah siri diakui ayahmya, diperlukan ketetapan pengadilan atas pengakuan dari sang ayah.